Nasib Ijah Pedagang Asongan, Hidup Sendiri Berjuang Tanpa Mengeluh

- 22 Maret 2024, 17:13 WIB
Bu Ijah 74 tahun, pedagang asongan hidup sendirian jual makanan buatan sendiri
Bu Ijah 74 tahun, pedagang asongan hidup sendirian jual makanan buatan sendiri /Pikiran Rakyat/PRMN/Kabarsleman.com/Indra Yosef///
KABAR SLEMAN - Khadijah, bukan nama kodian, perempuan berusia 76 tahun ini hidup sendirian setelah ditinggal mati suaminya Abak tahun 2021 silam dan putranya Iman. Tinggal satu-satunya yang masih hidup seorang jaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.
 
Khadijah, perempuan biasa disapa Ijah ini wanita hebat yang tak mengalah dengan nasib yang diterimanya sebagai penjaja makanan. Kadang makanan yang ia jajakan laku, tapi ada saatnya jualannya apes tanpa pembeli. Menakjubkan, dia masih bisa senyum dengan alasan masih diberi kesehatan ditengah kondisinya yang ringkih.
 
Kepada jurnalis Pikiran Rakyat Media Network Kabarsleman.com Ijah bercerita, dia berasal dari keluarga yang berkehidupan susah sedari kecil, hidup kelurganya ditopang dari usaha makanan asongan sejak berusia 8 tahun. Bayangkan, hingga sekarang Ijah konsisten menggeluti usaha turunan mak-nya Dalima, dan ayahnya Abdul Latif, selam 68 tahun.
 
Ijah kecil, diboyong orang tuanya ketika harus pindah ke Sawahlunto untuk mencari hidup lebih baik. Ayah dan Mak-nya membulatkan tekat meninggalkan kampungnya bernama Sikoloi, Padangpanjang, dengan naik kereta api dari stasiun Padangpanjang menuju Sawahlunto untuk mengejar kehidupan layak. Ijah lupa tahunnya, tapi dia masa kecilnya bahwa Sawahlunto akan memberi harapan  karena adanya tambang batubara Ombilin.
 

Berdagang makanan ikuti jejak org tua 

 
Ijah tak muluk-muluk, apa yang sudah digeluti orang tuanya itu hingga sekarang masih dia pertahankan dengan tekun, berjualan makanan kecil berupa onde-onde, sarabi, kolak pisang, lapek nagosari, lopis, dan ketan gorengan, yang dibuat sendiri tanpa bantuan orang lain yang kemudian dijajakan keliling kota dengan berjalan kaki.
 
Tetapi, cerita Ijah, kalau disaat bulan puasa Ramadhan dia lebih senang berjualan di tenda yang disiapkan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto. Alhamdulillah, usahanya terbalas dengan omset penjualan rata-rata Rp 150 ribu setiap hari. Apalagi jika ada menerima pesanan. 
 
"Biasanya di bulan puasa ini banyak pesanan jajanan yang saya buat terutama ketika adanya alumni sekolah dan kegiatan lain. Namun sekarang masih sepi. Walau demikian saya tak kan pernah mengeluh karena rezeki sudah diatur Allah Tuhan Yang Maha Kuasa." Akunya.
 
Ijah, tidak mau dikatakan tengah lelah menghadapi nasib sendirian kendati anak satu-satunya yang masih ada kerap pulang ke Sawahlunto untuk melihat kondisi kesehatan dan usaha yang digelutinya. Yang penting, ucapnya dengan jujur, baginya bukan duitnya yang membuatnya mati-matian berjualan, melainkan dia memang senang berdagang dan tidak bisa diam soal ini.
 
"Walau anak saya sudah mengingatkan Ndak usahlah amak manggaleh juo lai, dirumah sajolah amak. kata anak saya yang masih ada dan bekerja di kejaksaan. Tapi gimana lah,  ngapain bermenung dirumah bagusnya saya tetap jualan karena manggaleh adalah pekerjaan yang paling disukai sejak kecil."Tutur Ijah, dengan wajah bangga.
 
Ijah tinggal sendirian di Kelurahan Kubang Sirakuk Selatan, Kecamatan Lembahsegar, Kota Sawahlunto, Sumbar. Jajanan favorit buatan Ijah Adalah onde-onde terbuat dari beras ketan, dan ketan goreng dengan harga  murah sehingga banyak pelanggannya yang mengantri .***

Editor: Indra Yosef


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x