Nasib Belasan Jenis Mamalia di Gunung Merapi, Hidupnya Terjepit Bencana dan Manusia

11 Mei 2023, 10:00 WIB
Lutung jawa /Antara/Pradita Kurniawan Syah

KABAR SLEMAN—Bukan rahasia lagi, kalau ruang hidup satwa liar semakin terancam manusia. Hal ini juga terjadi pada belasan jenis mamalia, yang saat ini masih bertahan di Taman Nasional Gunung Merapi.

Alih-alih semakin berkembang, hidup belasan jenis mamalia di Gunung Merapi, kini semakin terjepit oleh ancaman erupsi Gunung Merapi, sekaligus oleh aktivitas manusia.

Belasan mamalia itu, adalah monyet, kijang, landak,  garangan, lutung, babi hutan, trenggiling, kucing hutan, lutung, biul, rase, dan tupai terbang.

“Menggunakan puluhan kamera jebakan, diketahui ada 12 jenis mamalia. Sebanyak 10 diantaranya jenis mamalia darat. Yang paling banyak itu adalah monyet ekor panjang, kijang, landak dan luwak,” kata Nurpana Sulaksono Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada UGM Yogyakarta.

Saat menjalani Ujian Terbuka Promosi Doktor Maret 2023, Nurpana mengatakan, Taman Nasional Gunung Merapi TNGM merupakan salah satu habitat satwa asli pegunungan Jawa yang terancam keberadaannya.

Baca Juga: Warga Sleman Tewas di Sungai Sayangan Wonosobo, Sepeda Motornya Tergeletak di Jalan

Hal ini akibat gangguan manusia dan gangguan alam karena lokasinya sekarang ini berada di area gunung api paling aktif di Indonesia dan dikelilingi pemukiman padat penduduk.

Gangguan alam yang mengganggu keberadaan satwa liar di area Merapi berupa bencana erupsi yang terjadi secara periodik. Sedangkan gangguan dari aktivitas manusia berupa kegiatan perumputan, penambangan dan wisata.

Berdasarkan penelitiannya, Nurpana Sulaksono, menyebutkan ada 12 jenis hewan mamalia berukuran besar hingga sedang yang tinggal di area TNGM.

Dalam penelitian disertasinya yang berjudul Respon Mamalia Darat Ukuran Sedang-Besar pada Berbagai Tipe Gangguan di Lanskap Taman Nasional Gunung Merapi, Nurpana mengatakan, mamalia dengan ukuran sedang dan besar seperti monyet dan lutung atau kijang cenderung menghindar dan menjauhi area yang dekat dengan gangguan baik pemukiman maupun penambangan.

“Satwa itu cenderung berada di area tutupan rapat dan menjauh dari area pemukiman dan penambangan serta suka pada lahan yang agak tinggi,” jelasnya.

Baca Juga: Nomor WhatsApp Bupati Sleman Diretas, Sejumlah Orang Terlanjur Mengirimkan Uang

Soal ketersediaan habitat populasi mamalia di Taman Nasional Gunung Merapi sekarang ini, Nurpana menyebutkan habitat paling luas dimiliki oleh kucing hutan yang menempati area seluas 5.000 hektar baik di dalam maupun luar TNGM, diikuti luwak 4.700 hektar, dan kijang menempati area 3.000 hektar baik di luar maupun di dalam kawasan taman nasional.

Namun demikian, kondisi habitat kijang saat ini terjadi fragmentasi akibat erupsi dan adanya aktivitas pemukiman penduduk. Lokasi habitat tersebut berada di utara dan selatan gunung Merapi.

“Antara wilayah utara dan selatan terputus yang akan memberikan dampak pada pelestarian area yang seharusnya populasinya bisa terhubung,” paparnya.

Ia menjelaskan gangguan habitat yang paling tinggi terjadi pada habitat yang terdampak akibat gangguan aktivitas penambangan. Habitat dengan tingkat gangguan tinggi cenderung direspon dengan kekayaan jenis dan keragaman jenis mamalia yang rendah.

Sebaliknya, pada habitat yang tidak terganggu cenderung memiliki kekayaan tinggi, namun memiliki tingkat keragaman mamalia paling rendah akibat adanya dominasi beberapa jenis satwa tertentu.

Baca Juga: Rela Lembur, Warga Glagaharjo Sleman Gotong Royong Memperbaiki Jalan Rusak Hingga Sahur

Merujuk pada hasil penelitian ini, Nurpana merekomendasikan agar dilakukan  pengukuran kondisi mamalia secara aktif dan kontinyu. Upaya ini perlu, untuk mengetahui dinamika dan perkembangan jumlah populasi dan habitatnya.

Selain itu, diperlukan pengaturan waktu aktivitas pengambilan rumput oleh masyarakat. “Pengaturan dilakukan untuk mencegah gangguan tidak melebihi ambang batas toleran yang dapat memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap satwa liar khususnya mamalia,” ujarnya.

Juga tak kalah lebih penting, perlunya pengamanan kawasan untuk mencegah aksi perburuan, melakukan pengaturan dan penertiban terhadap aktivitas penggalian batu dan pasir untuk mencegah terjadinya fragmentasi habitat. “Pengambilan material batu dan pasir yang tidak terkendali bisa menyebabkan terputusnya konektivitas antar habitat,” pungkasnya. ***

Editor: Diasta Rama

Tags

Terkini

Terpopuler