KABAR SLEMAN – Bagi masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah dan Yogyakarta tentu sudah sering mendengar tentang tradisi Nyadran yang dilakukan setiap menjelang bulan Ramadhan sekaligus bentuk penghormatan bagi leluhur.
Tradisi Nyadran juga dikenal dengan sebutan Sadranan atau Ruwahan. Biasanya tradisi ini dilakukan di musala, masjid setempat dan kuburan. Nyadran juga dilakukan untuk mengirimkan doa pada para leluhur.
Selain mengirim doa, tradisi Nyadran juga bisa melakukan bersih-bersih desa, makam, ziarah, selamatan, hingga sedekah bumi.
Baca Juga: Mengenal Tradisi ‘Padusan’ dari Jawa Tengah untuk Penyucian Diri Menyambut Ramadhan
Sejarah dan Kegiatan Tradisi Nyadran
Istilah Nyadran berasal dari bahasa Sansakerta yang artinya keyakinan. Tradisi ini merupakan budaya yang telah dijalankan para leluhur dan merupakan bentuk akulturasi dari budaya Jawa dengan islam.
Nyadran memiliki makna nilai-nilai kebaikan dari para leluhur dan mengingatkan diri bahwa manusia pada akhirnya akan mengalami kematian. Selain itu Nyadran juga dilakukan untuk melestarikan budaya gotong royong di masyarakat.
Kegiatan Tradisi Nyadran
Meski tradisi Nyadran di tiap wilayah beragam. Masyarakat Jawa umumnya menjalani tradisi Nyadran dengan kegiatan seperti berikut ini:
Baca Juga: 5 Tradisi Tahun Baru Imlek, Menarik dan Syarat Akan Makna
1. Bersih-bersih dan ziarah makam
Kegiatan bersih-bersih dan ziarah makam terdekat atau makam leluhur merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan saat Nyadran. Masyarakat juga membawa hasil bumi ke area pemakaman.
2. Doa bersama
Doa bersama merupakan kegiata yang umum dilakukan setelah bersih-bersih makam. Kegiatan ini bertujuan untuk memanjatkan puji syukur pada Sang Pencipta sekaligus mendoakan para leluhur.